Kamis, 29 Januari 2015

GO IN PEACE - Justin bieber fanfiction


WARNING: JANGAN DIBACA. Ini oneshot dibuat pas kelas 1 smp wkwk jadi sangat-sangat abal,.



Jannesa emilia pattison's View 
      Aku memiliki seorang adik bernama Raysa elina pattison. Dia adalah satu-satunya keluarga yang aku punya.  Orang tuaku sudah meninggal dunia sekitar 2 tahun yang lalu, karena sebuah kecelakaan yang menimpa keluarga kami. Saat kecelakaan itu terjadi, aku sedang tidak bersama mereka, saat itu aku sedang pergi bersama Justin sahabatku. Jadi, yaa aku tidak tahu detail bagaimana kejadiannya. Yang jelas kecelakaan sialan itu menyebabkan kedua orang tuaku meninggal, dan adik kesayanganku buta. Yap! Raysa buta. Ia tidak bisa melihat. Aku sangat-sangat tidak tega melihatnya seperti itu. Seolah-olah aku bisa merasakan bagaimana keadaan Raysa saat ini. Mungkin jika bisa, aku ingin bertukar posisi dengannya.   

     Aku sangat menyayang Raysa. Aku janji tidak akan membuatnya sedih. Aku akan melakukan apapun untuk Raysa, asal dia bahagia. Termasuk merelakan Justin.   

     Justin adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Dia sering membantuku untuk memenuhi kecukupan sehari-hariku dan Raysa. Bahkan dia juga pernah menyuruhku dan Raysa untuk tinggal dirumah mewahnya itu. Tapi aku menolaknya, diapun memaksaku untuk menerima itu. Bukankah, Lebih baik tangan diatas daripada tangan dibawah? jadi aku tetap menolak.

     Aku juga sangat-sangat menyayangi Justin. Bahkan mencintainya. Begitupun Raysa. Dia juga mencintai Justin, sama sepertiku. Aku tahu, Justin hanya mencintaiku. Bukan Raysa. Sebenarnya, Justin sering berulang kali menyatakan cintanya padaku. Tapi aku menolaknya. Ini semua demi raysa. Adik kesayanganku.   

     Aku menatap hampa ke tengah danau yang berada didepanku sekarang. Disebelahku ada Justin yang tengah sibuk menatapku dari tadi.    

     "Jane, aku mohon, untuk yang terakhir kalinya. Be my girl, please! I really can not stop to love you, Jane " Ohh justin, ia tidak pernah menyerah menyatakan cintanya padaku. Aku juga mencintainya. Sungguh, aku ingin sekali menjadi kekasihnya. Tapi aku tidak bisa. Jika aku menerima cinta Justin, mungkin menurutku aku adalah kakak terjahat, yang rela melihat adiknya sedih karena mengambil seseorang yang adiknya cintai.

     "Jane... aku mohon" ucap Justin lagi. Kali ini ia menggenggam tanganku erat. Suaranya sangat lembut, seolah tidak ada kebohongan dari perkataannya. 

     Aku menoleh kearah Justin sebentar, kemudian menghadap lagi dengan pandangan lurus kedepan. Kelopak mataku sudah membendung dipenuhi air mata yang mungkin sebentar lagi akan tumpah jika aku mengedipkan kelopak mataku. Aku mulai kepikiran dengan Raysa. Aku tidak ingin ia tahu kalau Justin mencintaiku. Bukan dirinya. Aku juga bersumpah, jika Justin berani menyakiti Raysa, aku tidak segan-segan untuk menampar wajahnya hingga memar sekalipun! Kau harus tau, aku tidak main-main dengan ini.   

    Beruntung sekali Raysa tidak sedang disini. Raysa sedang berada dirumah dan tengah tertidur saat aku meninggalkannya. Jika ia ada disini mungkin ia akan sedih, kecewa dan membenciku.   

     Aku menghadap ke wajah Justin lagi, mengumpulkan suaraku dan mulai berbicara "Apa alasannya kau mencintaiku?" tanyaku mengangkat kedua alis. "Sebelum itu aku ingin bertanya, mengapa kau menolakku?" tanya justin lagi. 

     "Kau mencintaiku kan?" aku balik memberi pertanyaan lagi kepada Justin. "Of course. I really love you, My angel" Jawabnya yang nyaris membuat jantungku copot. Ia masih menatap mataku dalam-dalam. Ntahlah, aku tidak tahu ia senang sekali menatap mata biru lautku ini.   

     "Jika ia, kau harus menjadikan Raysa sebagai kekasihmu jika kau memang benar-benar mencintaiku" Jawabku menahan butiran bening dikelopak mataku agar tidak jatuh membasahi pipi.   

     "Mengapa begitu? kau tahu kan, aku hanya mencintaimu Janessa, bukan Raysa" jawabnya lagi. "Tapi kau harus melupakanku Justin, aku hanyalah gadis biasa, Raysa sangat mencintaimu Justin, kau tahukan bagaimana keadaannya sekarang? Ia buta Justin. Ia tidak dapat melihat. Aku tahu bagaimana perasaannya selama ini. Dia sangat sedih. Dan aku tidak mau menambah kesedihannya karena aku, kakaknya, berpacaran dengan seseorang yang ia cintai juga. Aku hanya ingin melihatnya bahagia. Aku akan ikut bahagia jika ia juga bahagia. Buat Raysa bahagia Justin.. aku mohon" Kataku lagi. Kali ini aku tidak bisa menahan kesedihanku. Butiran bening yang tadi membendung dikelopak mataku sudah jatuh membasahi pipiku. Aku terisak. Aku bisa merasakan tangan Justin membawaku kedalam pelukannya.

     "Janessa, kau tahu? ini yang membuatku sangat mencintaimu. Tidak, kau bukan gadis biasa. Kau spesial. Kau kakak yang hebat. Kau kuat. Tapi jujur, aku tidak bisa melupakan dirimu. Aku tahu kau ingin bertanya mengapa aku selalu menatap matamu? Itu karena matamu sama seperti hatimu. Sangat indah. Matamu selalu membuat hatiku nyaman dan damai. Aku sangat mencintaimu Janessa. Maafkan aku, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu" Ucap Justin masih memelukku dan mengelus rambutku lembut.

     Aku langsung melepaskan pelukannya. Aku kecewa pada Justin. Dia bilang dia mencintai ku, tapi kenapa dia tidak mau memenuhi permintaanku? Ohh aku tahu itu permintaan yang berat baginya. Tapi aku tidak ingin Raysa sedih. Aku hanya ingin melihatnya bahagia. Itu saja. Bahkan melihatnya tersenyum bahagia saja sudah cukup membuatku bahagia.   

     "Just, aku cukup kecewa denganmu sekarang. Kau bilang kau mencintaiku. Tapi kenapa kau tidak mau memenuhi permintaanku? Aku tidak ingin permintaan yang lain. Yang aku inginkan itu saja. Bahagiakan adikku!" Ucapku sedikit membentak dibagian terakhir. Aku makin terisak sekarang. Menangis memecah.   

     "Tapi aku-" Justin ingin menjawab. Aku langsung memotong ucapannya.   
    "Justin, kali ini aku mohon..." Ucapku lemah dan menatap mata hazzle nya dalam juga terisak.   
    "Iya Janessa, tapi ak-" Ia ingin menjelaskan. Tapi lagi-lagi aku memotong ucapannya.   
    "Justin, apakah aku harus berlutut dan mencium kaki mu sekarang?" tanyaku berusaha menghentikan tangisanku dan mencoba menunduk dihadapan Justin.   
    "Ohh! tidak! tidak Jane! baiklah aku akan melakukannya kalau itu yang kau mau" Ucap Justin mengangkat bahuku yang hampir menyentuh ujung kakinya tadi.   

     Aku menatap Justin, kemudian tersenyum lebar sambil mengusap air mataku. Setelah itu aku memeluk tubuhnya erat.    "Ini semua demi mu Jane, aku akan melakukan apapun untukmu" Ucap Justin balas memeluk tubuhku erat.

 Justin Bieber's View     
     Senyuman lebar yang diberikan oleh Jane tadi itu adalah senyuman yang berisi kesedihan. Aku tahu dibalik senyuman itu tersimpan luka dan kesedihan yang amat dalam. Aku sangat tahu itu. Sungguh aku ingin sekali membunuh Raysa sekarang. Adik macam apa dia? Ia rela melihat seorang kakak seperti Jane sedih seperti ini hanya untuk kebahagiaannya sendiri.     

     Kalian tahu? kalian pasti tidak tahu. Raysa itu sebenarnya sering sekali membentak Jane dirumah. Hanya didepanku saja Raysa berpura-pura baik kepada Jane, padahal dibelakangku, ia selalu membuat Jane tersiksa, bahkan menangis. Ini yang membuatku jatuh cinta kepada Jane. Ia selalu sabar untuk menghadapi perbuatan Raysa kepadanya. Ia rela melakukan apapun untuk Raysa, asalkan Raysa bahagia. Ohh! Raysa yang malang! jujur aku sangat senang melihatnya buta seperti itu. Tapi, dilain sisi terkadang aku ingin Raysa dapat melihat kembali agar ia tidak merepotkan Janessa, malaikatku.

***
3 hari kemudian       
     Justin dan Raysa sudah jadian. Janelah yang menyuruh Justin untuk cepat-cepat menjadikan Raysa sebagai kekasihnya. Selama Justin dan Raysa berpacaran, Jane selalu menangis diam-diam dikamarnya, karena melihat Justin dan Raysa selalu bergurau, bercanda tawa, bahkan bermesraan didepannya. Tapi ia selalu menyimpan dan menutup kesedihannya didepan Justin dan Raysa. Ia selalu mencoba tersenyum lebar dan tertawa saat Justin dan Raysa bercanda tawa dan bermesraan didepannya.   

     Pernah saat itu Jane baru saja pulang dari mencari pekerjaan, ia sangat lelah sekali saat itu. Ia segera menuju dapur untuk mengambil minum, langkahnya terhenti saat melihat Justin memasukkan jari Raysa kedalam mulutnya, mungkin karena jari Raysa terisis, jadi Justin mencoba membantu untuk menghentikan pendarahannya. Setelah itu ditambah lagi Raysa mencium pipi Justin setelah Justin menghentikan pendarahan dijari telunjuknya itu. Jane tidak kuasa menahan tangis saat itu. Ia pun segera berlari kekamarnya dan menangis disana. Setelah mengeluarkan semua tangisan itu, ia segera keluar dari kamarnya. 

Ceklerk,,     
     Pintu kamarnya terbuka, ia segera keluar, dan tiba-tiba saja ia menabrak seseorang yang begitu familiar baginya. Pria itu menatap matanya intens. Siapa lagi kalau bukan Justin.     
     "Jane, aku tahu kau menangis dikamar, aku tahu kau selalu menutup kesedihanmu selama ini dibelakangku. ia kan? Jane... aku tidak bisa melihatmu bersedih, dan aku bisa menghentikan hubunganku dengan Raysa, jika itu membuatmu tersiksa" Ucap justin dengan penuh penekanan dikata-kata terakhirnya.    
     "Oh tidak! tidak Justin! Jangan,, ini sama sekali tidak membuatku tersiksa, aku hanya-" ucapan Jane terlindas begitu saja. Justin yang melindasnya.   
     "kau hanya apa? kau hanya ingin melihat Raysa bahagia? ia? kau sungguh aneh Jane, kau rela tersiksa seperti ini hanya karena Raysa, adik sialanmu itu bahagia!" Ucap Justin lagi.

 Jannesa emilia pattison's View   

     Deg! jantungku serasa akan benar-benar jatuh kebawah sekarang. Justin bilang kalau Raysa adalah adik sialanku! Ohh aku tidak terima! Aku sungguh tidak terima Justin mengatakan Raysa seperti itu. Setitik air mata kembali muncul dikelopak mataku.

     Aku langsung menampar wajah Justin. Saat itu aku sangat-sangat terbawa emosi. Aku tidak terima jika Justin bicara seperti itu. Segera Justin memegang dan mengelus-elus pipi mulusnya yang sekarang sudah memerah bekas tamparanku tadi. Tiba-tiba saja ia memeluk tubuhku. Aku langsung melepaskan pelukannya.   
"Jangan sentuh aku" ucapku
     "Ohh Jane, maafkan aku, aku tidak bermaksud" Ia meminta  maaf kepadaku sekarang setelah apa yg ia lakukan.   
     "You! shut up!" aku menangis memecah. Justin mencoba memelukku lagi. Kali ini aku biarkan ia memelukku        
    "Aku sungguh minta maaf Jane, aku terbawa emosi, maafkan aku, aku hanya tidak ingin melihatmu bersedih terus seperti ini Jane..." Ia masih memeluk tubuhku.   
     "Baiklah, aku memaafkanmu. Tapi jika sekali lagi kau berani berkata seperti itu, aku tidak segan-segan untuk membunuhmu!" ucapku membentak dan menghentikan tangisanku.   
     "kau kejam sekali, tapi baiklah aku akan lakukan itu demi malaikatku, Jannesa emilia pattison :)" Ucap justin kemudian ia tersenyum. Ohh senyuman itu!    

 Justin Bieber's View   
     Aku selalu bergurau, bercanda tawa, bahka bermesraan didepan Jane itu bukan untuk membuatnya sakit hati atau membuatnya bersedih. Tapi aku hanya ingin Jane tahu kalau aku sudah memenuhi permintaannya. Aku sudah membuat Raysa, gadis buta sialan itu bahagia. Itu saja.

***

 Author's View   
     Hari-hari mereka lalui seperti biasanya. Jane selalu menangis dikamar jika melihat Justin dan Raysa bermesraan didepannya. Justin selalu memperingati Jane agar tidak menangis dan bersedih lagi. Sedangkan Raysa, yaa seperti biasa, ia selalu membentak Jane dibelakang Justin. Tapi Justin mengetahui itu.   
     Pada saat-saat itu mereka lalui, Tiba-tiba saja Raysa, adik kandung kesayangan Jane, menginginkan suatu permintaan yang aneh. Ia meminta Dua buah cincin berlian emas kepada kakaknya. Jane terhenyak setelah mendengar kalau Raysa meminta cincin berlian emas yang harganya sangat mahal itu. Tapi Jane akan mencari uang itu semampunya. Raysa sungguh adik yang tidak pernah berpikir akan keadaan hidupnya saat ini.
***
Jannesa emilia pattison's View
    Hari ini aku mengelilingi kota London dengan berjalan kaki. Aku mencari pekerjaan. Aku membutuhkan banyak uang sekarang, untuk memenuhi permintaan Raysa, adik kesayanganku. Raysa bilang ia ingin sekali memiliki dua buah cicin berlian emas yang harganya sangat-sangat tinggi itu. Ntah untuk apa aku tidak tahu, mungkin cincin itu untuk cincin pertunangannya dgn Justin. Oh entahlah..aku tidak tahu. Yang jelas aku akan memenuhi permintaan Raysa, adik kesayanganku.
    Aku tidak memberi tahu Justin tentang hal ini. Aku takut jika aku memberi tahu Justin ia akan memberikanku banyak uang untuk membeli cincin itu, atau Justin akan memarahi Raysa karena aku. Oh! aku tidak akan memberi tahu Justin.
    Aku terus berjalan dan sekali-kali aku menyinggahi toko-toko ataupun restoran untuk menawarkan jasaku. Tapi sulit sekali, tidak ada yang mau menerimaku. Aku tidak menyerah. Aku bukanlah tipe orang yang mudah sekali menyerah.
    Aku langsung menghentikan langkahku didepan sebuah restoran besar dan mewah bermerek bintang lima. Aku rasa restoran ini baru buka. Dipintunya tertulis 'membuka lowongan pekerjaan'. Segera aku masuk ke restoran itu dan mencari pemilik restorannya. Sedikit aku berbincang dengannya tentang kehidupanku. Ibu pemilik restoran itu tertegun mendengar ceritaku. Sampai-sampai ia menjatuhkan air mata. Hari itu juga, ia langsung menerimaku dan menyuruhku bekerja di restorannya. Ia menerimaku bekerja sebagai pelayan disana. Ohh aku senang sekali! ibu itu baik sekali kepadaku.
***
Author's View
    Sudah 5 bulan Jane bekerja disana. pengunjung restoran itu selalu ramai semenjak Jane ada. Banyak orang yang menyukai Jane karena ia adalah orang yang jujur dan ramah dalam melayani. Sebelum bekerja, Jane selalu menitipkan Raysa pada Justin. Justin sudah tahu kalau Jane bekerja direstoran. Jane sendirilah yang memberi tahu nya. Tapi Justin tidak tahu tentang permintaan Raysa itu. ya...kalian pasti tahukan alasannya.

Jannesa emilia pattison's View

    Bulan ini adalh bulan kelima aku bekerja di restoran ini. Dan hari ini aku akan menerima gaji kelima ku. Atau mungkin ini adalah hari terakhirku mendapat gaji. Ntahlah perasaanku sangat aneh hari ini.
***
    Setelah membeli apa yang diinginkan Raysa itu, aku mengelilingi kota London terlebih dahulu. Tak lupa aku singgah di London eyes, yaitu tempat yang sangat ingin aku kunjungi dari dulu. Aku  memang pernah kesini. Tapi itu dulu, saat  orang tuaku masih hidup, dan itulah saat terakhirku kesini. 

    Aku berjalan-jalan sebentar disana. Langkahku terhenti lagi saat menemukan sesosok orang yang tak asing lagi bagiku. Ya! siapa lagi kalau bukan Justin. Sepertinya dia sedang bersama Raysa, adikku. Aku melihat tangan Raysa menggandeng tangan Justin dengan mesra. Kepalanya ia miringkan dan disenderkannya dibahu Justin. Aku rasa Justin membawa Raysa bermain-main disini. Aku jadi kepikiran. Dulu, Justin sama sekali tidak pernah membawaku kesini. Aku sangat cemburu dengan Raysa. Ia sangat-sangat beruntung bisa memiliki Justin. 

    Tak terasa butiran air mataku membasahi pipiku lagi. 'Oh tidak! tidak Jane! kau harus kuat! ini semua demi Raysa! stay strong Jane!' batinku memberi semangat diriku. Segera aku hapus air mataku dan menghampiri mereka.

    "hai =)" sapaku tersenyum kecut.
    "siapa itu Justin?" tanya Raysa mengkerutkan dahinya.
    "ini Jane kakakmu, masa iya kau lupa dengan suaranya. Hai Jane =)" balas Justin.

    Bisa kulihat raut wajah Raysa berubah kesal. Sepertinya ia tidak suka aku berada disini. Mungkin ia merasa terganggu karena kedatanganku. Lalu kami berjalan bertiga, menuju rumah. Justin ditengah. Justin berusaha menggenggam tanganku. Tapi aku melepaskannya. Aku tidak ingin menjadi orang yang bermain dibelakang. Kami pulang kerumah dengan berjalan kaki. Selama perjalanan, aku selalu menahan air mataku agar tidak jatuh. Aku juga selalu berusaha tersenyum, untuk menutup kesedihanku.

    Tiba-tiba Justin menghentikan lakahnya. Kami juga ikut mnghentikan langkah kami tepat dipinggir jalan.
    "Kalian tunggu disini, aku ingin membeli minum" ucap Justin kepadaku dan Raysa.
    "Baiklah" balasku.

    Justin sudah pergi membeli minum. sekarang hanya ada aku dan Raysa. Aku mencoba membuka percakapanku tentang cincin itu. Segera aku ambil dari dalam tasku kemudian memberikannya pada Raysa

    "Raysa, ini, aku sudah memenuhi permintaanmu" ucapku sambil memberikan pada Raysa.
    "benarkah? mana dia? sini!" ucap Raysa langsung menariknya. kemudian ia meraba-rabanya, untuk memastikan apakah benar atau tidak.
    "ini? bo-boneka! ini boneka bukan cincin! kau mencoba membohongiku eh?" ucapnya begitu ketus padaku.
    "Tidak, tidak Raysa, kau harus melihat isi dari boneka itu!" jawabku mencoba menahan air mata, aku sungguh sedih Raysa tidak percaya dgn ku. Padahal aku tidak berbohong padanya, aku menyelipkan cincin di dalam kantong boneka itu. 
     "Alahh jangan pernah coba-coba berbohong denganku kakak!" katanya masih tidak percaya

    Tiba-tiba saja Raysa melemparkan boneka itu ketengah jalan raya. Ia tidak bisa melihat, jadi ia tidak tahu kalau boneka itu dilemparnya ke tengah  jalan. Tidak mau boneka itu terlindas kendaraan, aku langsung berlari ketengah jalan raya itu tanpa melihat kiri kanan. Aku tidak peduli motor atau truk sekalipun menabrakku. Yang jelas aku tidak ingin boneka itu terlindas. Itu saja. Tiba-tiba tubuhku tertabrak dan terpelanting jauh dari tempat Raysa berdiri. Aku merasakan sakit yang teramat di tubuhku dan kepalaku. Setelah itu aku tidak melihat apa-apa lagi.

Justin Bieber's View

    Aku menjatuhkan minuman yang kubawa dan berkali-kali menelan ludah saat aku melihat tubuh Janessa sudah dipenuhi darah. Oh tidak! tidak tuhan! aku mohon selamatkan Janessa! tuhan aku mohon, jangan kau ambil nyawanya, ia malaikatku, ia segalanya bagiku, aku mohon jangan ambil nyawanya. Aku menangis sekarang. Aku menangis karena Janessa. 
    Aku menunggu didepan Ruang UGD bersama Raysa. Gadis sialan itu. Aku melihatnya menangis juga. Aku rasa ia menyesal atas perbuatannya. Disini aku hanya berdo'a dan memeluk boneka yang tadi Janessa pegang. Ntah apa isi yg ada di kantong boneka itu. Aku penasaran kemudian mengambil isi yang ada didalam kantong boneka itu. Aku menemukan dua buah cincin berlian emas dan sebuah surat. Disurat itu tertulis untuk Raysa. 
    "Raysa, berhentilah menangis, ini ada surat untukmu, aku bacakan ya?" tanyaku padanya
    Dia tidak menjawab. Ia hanya menangis, Memecah.
Aku mulai membuka surat itu dan membacanya.
To: My beloved sister, Raysa elina pattison 
    Raysa, kakak sudah memenuhi semua permintaanmu. 
    Kakak harap kau menyukai cincin itu. 
    Oiya, ngomong2 untuk apa kau menginginkan cincin itu?
    Apakah untuk pertunanganmu dan Justin?
    Semoga saja iya, jika kau bahagia, kakak turut bahagia.
    Raysa, kakak ingin mendonorkan mata kakak untukmu.
    Kakak tidak kuat melihatmu bersedih terus.
    Kakak tahu bagaimana perasaanmu.
    Raysa, jika kakak sudah tidak ada lagi di dunia ini, jangan lupa kan kakak ya.
    Jaga dirimu baik-baik.
    Dan untukmu Justin, aku tahu kau akan membaca surat ini.
    jangan pernah kau sakiti Raysa. 
    Aku mohon bahagiakan dia.
    Dia adik kesayanganku.
    Jika kau berani menyakitinya aku tidak segan-segan mencekik lehermu. haha.
    Aku mencintaimu Raysa. Aku mencintaimu juga Justin.
    Aku harap kalian hidup bahagia. 
    Aku mencintai kalian. 
     Love, Janessa :)
Aku sungguh tidak kuat membaca surat ini. 
Bahkan Raysa, menangis sangat kencang sekali.
"OH! tidak! tidak kakak! aku menyesal! aku menyesal Justin! aku tidak ingin kehilangannya" ucapnya memeluk tubuihku, aku balas memeluknya.

Jannesa emilia pattison's View
    Tadi aku sempat berbicara dengan dokter diruang UGD. aku meminta dokter itu untuk mendonorkan mataku kepada Raysa. Dan setelah itu, tiba-tiba penglihatanku buram. Aku tidak melihat dokter itu lagi. Bahkan sekarang yang kutemui adalah satu orang wanita cantik dan satu orang pria tampan berdiri didepanku. Mereka tidak asing lagi bagiku. Yap! mereka adalah kedua orang tuaku yg selama ini aku rindukan. Sepertinya mereka akan menjemputku. Ohh aku senang sekali! ini adalah hari yang kutunggu-tunggu, yaitu hari dimana aku akan meninggalkan dunia dan pergi ke suatu tempat yang jauh disana bersama kedua orang tuaku.
***
2 minggu kemudian,,

Justin Bieber's View

    Aku memandandangi makam Janessa, malaikatku. Aku sungguh tidak bisa menahan air mataku. Apalagi Raysa yg sekarang berada disebelahku, ia menangis terisak. Jane telah tiada. Ia telah pergi untuk selama-lamanya. Tapi aku tidak akan melupakannya dihatiku. Ia tetap menjadi malaikatku, walaupun sekarang aku telah memiliki Raysa. Kau tahu? Raysa sudah berubah sekarang. Ia tidak lagi jahat seperti dulu. Raysa juga sudah bisa melihat sekarang. Ia tidak lagi buta. Itu semua karna Jane yang berbaik hati mau mendonorkan mata cantiknya untuk Raysa, istriku. Dijari manisku ada cincin pemberian dari Jane, dan dijari Raysa pun juga. Aku dan Raysa memang sudah menikah. Aku berjanji pada Jane, bahwa aku tidak akan menyakiti Raysa. Aku akan menjaga Raysa. Aku mencintai Raysa, istriku. Dan aku juga mencintai Jane, My angel.

I will never forget her in my heart. She is My Angel. Forever will be my angel.
Janessa emilia pattison.